1. SEJARAH SINGKAT
Jambu mete merupakan tanamnan buah berupa
pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis
ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis
lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka,
Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di antara sekian banyak negara
produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan negara pemasok utama jambu mete
dunia. Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda (di
Sumatera Barat: jambu erang/jambu monye, di Lampung dijuluki gayu, di daerah Jawa Barat dijuluki jambu
mede, di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama
jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan di Sulawesi Utara
disebut buah yaki.
2. JENIS TANAMAN
Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di
antaranya ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan
dan hijau.
3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor
yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selain itu
juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi tinggi. Buah
mete semu dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan seperti sari buah mete,
anggur mete, manisan kering, selai mete, buah kalengan, dan jem jambu
mete.
Kulit kayu jambu mete mengandung cairan
berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam.
Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan
pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat
kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkan gum atau blendok untuk
bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi sebagai anti
gengat yang sering menggerogoti buku. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci
perut. Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di
daerah Jawa Barat. Daun yang tua
dapat digunakan untuk obat luka
bakar.
4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman jambu mete banyak tumbuh di Jawa
Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan,
dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman). Di luar
Pulau Jawa, Jambu mete banyak ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi Selatan
(Kepulauan Pangkajene, Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone, dan
Barru), Sulawesi Tenggara (Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan
Bima).
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
1) Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar
matahari. Apabila tanaman jambu mete kekurangan sinar matahari, maka
produktivitasnya akan menurun atau tidak akan berbuah bila dinaungi tanaman
lain.
2) Suhu harian di sentra penghasil jambu mete
minimun antara 15-25 derajat C dan maksimun antara 25-35 derajat C. Tanaman ini
akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu harian rata-rata 27
derajat C.
3) Jambu mete paling cocok dibudidayakan di
daerah-daerah dengan kelembaban nisbi antara 70-80%. Akan tetapi tanaman jambu
mete masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembaban 60-70%.
4) Angin kurang berperan dalam proses
penyerbukan putik tanaman jambu mete. Dalam penyerbukan bunga jambu mete, yang
lebih berperan adalah serangga karena serbuk sari jambu mete pekat dan berbau
sangat harum.
5) Daerah yang paling sesuai untuk budi daya
jambu mete ialah di daerah yang mempunyai jumlah curah hujan antara 1.000-2.000
mm/tahun dengan 4-6 bulan kering (<60 mm).
5.2. Media Tanam
1) Jenis tanah paling cocok untuk pertanaman
jambu mete adalah tanah berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan
berpasir.
2) Jambu mete paling cocok ditanam pada tanah
dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapi masih sesuai pada pH antara 5,5 -
6,3.
5.3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia tanaman jambu mete dapat tumbuh
di ketinggian tempat 1-1.200 m dpl. Batas optimum ketinggian tempat hanya sampai
700 m dpl, kecuali untuk tujuan rehabilitasi tanah kritis.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Budidaya jambu mete dapat diperbanyak secara
generatif melalui biji dan secara vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi,
dan penyambungan. Biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan.
Cara penanganan biji mete untuk benih adalah :
a) Buah mete/calon bibit dipanen pada
pertengahan musim panen.
b) Buah mete tersebut harus sudah matang dan
tidak cacat.
c) Biji mete segera dikeluarkan dari buah semu
lalu dicuci bersih, kemudian disortir.
d) Biji mete dijemur sampai kadar air
8-10%.
e) Bila dikemas dalam kantong plastik, aliran
udara di ruang penyimpanan harus lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan
kelembaban: 70 -80%.
f) Lama penyimpanan bibit ± 6 bulan, paling
lama 8 bulan.
g) Sebelum ditanam, benih (biji mete) harus
disemai dahulu.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Sebelum ditanami lahan harus dibersihkan
dahulu, pH harus 4-6, tanah tanaman jambu mete sangat toleran terhadap
lingkungan yang kering ataupun lembab, juga terhadap tanah yang kurang subur.
Daerah dengan tanah liat pun jambu mete dapat tetap bisa hidup dan berproduksi
dengan baik. saat tanam jambu mete adalah awal musim hujan, pengolahan tanah
sudah dimulai di musim kemarau.
2) Pembukaan lahan
Lahan yang akan ditanami jambu mete harus
terbuka atau terkena sinar matahari dan disiapkan sebaik-baiknya.Tanah
dibajak/dicangkul sebelum musim hujan. Batang-batang pohon disingkirkan dan
dibakar, untuk tanah yang pembuangan airnya kurang baik dibuatkan parit-parit
drainase.
3) Pemupukan
Pemberian pupuk kandang dimulai sejak sebelum
penanaman. Sebaiknya disaat tanaman masih kecil, pemupukan dengan pupuk kandang
itu diulangi barang dua kali setahun. Caranya dengan menggali lubang sekitar
batang, sedikit diluar lingkaran daun. pupuk atau kompos dimasukkan kedalam
lubang galian itu. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggali lubang, diluar
lubang sebelumnya. Pemberian pupuk kandang dan kompos, kecuali dimaksudkan
untuk
memperbaiki keadaan fisik tanah.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola dan Jarak Tanam
Pada budi daya monokultur jarak tanam
dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap satu ha lahan jumlah total tanaman yang
dibutuhkan sebanyak 69 batang. Jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran 6 X 6 m
sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan adalah 276 batang/ha. Kerapatan
tanaman kemudian dijarangkan pada umur 6-10 tahun. Untuk efisiensi lahan, dapat
diterapkan budidaya polikultur. Beberapa jenis tanaman bernilai ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman sela. Sebagai contoh adalah tanaman palawija,
rumput setaria, dan jambu mete. Bibit jambu mete yang berasal dari pencangkokan
dapat ditanam dengan jarak 5 x 5 m, bila jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua
bentuk ini hanya dapat diterapkan di lahan datar. Di lahan miring harus
disesuaikan dengan garis kontur.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Cara membuat lubang tanam:
a) Tanah digali dengan ukuran : 30 x 30 x 30
cm. Bila jenis tanahnya sangat liat, ukuran lubang tanam dibuat: 50 x 50 x 50
cm. Bila di lubang tanam terdapat lapisan cadas, harus ditembus, agar akar dapat
tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan air.
b) Pada waktu penggalian lubang, lapisan tanah
bagian atas dipisahkan ke arah Utara dan Selatan serta lapisan bawah ke arah
Timur dan Barat.
d) Lubang tanam dibiarkan terbuka ± 4 minggu.
Pada waktu penutupan lubang, tanah lapisan bawah dikembalikan ke tempat semula,
disusul lapisan atas yang telah bercampur dengan pupuk kandang ± 1
pikul.
e) Di lubang tanam yang telah ditimbun dibuat
ajir agar lubang tanam mudah ditemukan kembali.
3) Cara Penanaman
Penanaman dapat dilakukan 4–6 minggu setelah
lubang tanam disiapkan. Untuk mengurangi keasaman tanah, pembuatan lubang tanam
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
a) Bibit yang akan ditanam dilepas dari
polybag. Tanah yang melekat pada akar dijaga jangan sampai berantakan agar
perakaran bibit tidak rusak.
b) Penanaman dilakukan sampai sebatas leher
akar atau sama dalamnya seperti sewaktu masih dalam persemaian. Bila menggunakan
bibit dari okulasi dan sambung, diusahakan akar tunggangnya tetap lurus. Letak
akar cabang diusahakan tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya yang patah/rusak
sebaiknya dipotong.
c) Tanah disekitar batang dipadatkan dan
diratakan agar tidak dapat terdapat rongga-rongga udara diantara akar dan tidak
terjadi genangan air. Tanaman perlu diberi penyangga dari bambu agar dapat
tumbuh tegak.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air.
Oleh karena itu tanaman perlu disiram pada pagi dan sore hari. Penyiraman
dilakukan secukupnya dan air siraman jangan sampai menggenangi
tanaman.
2) Penyulaman
Penyulaman dilakukan setalah tanaman berumur
2-3 tahun. Apabila tanaman berumur ≥ 3 tahun maka pertumbuhan tanaman sulaman
umumnya kurang baik atau akan terhambat.
3) Penyiangan dan Penggemburan
Bibit jambu mete mulai berdaun dan bertunas
setelah 2-3 bulan ditanam. Pembasmian gulma sebaiknya dilakukan sekali dalam 45
hari. Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya
semakin sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara.
Untuk itu tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan.
4) Pemupukan
Tanaman jambu mete dipupuk dengan pupuk
kandang, kompos, atau pupuk buatan. Pemberian pupuk kandang/ kompos dilakukan
dengan cara menggali parit melingkar, di luar tajuk sebanyak ± 2 blek minyak
tanah (± 20 kg). Pupuk dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah.
Pemupukan berikutnya dilakukan dengan pupuk buatan.
5) Pemangkasan
Cara pemangkasan tanaman jambu mete dilakukan
sebagai berikut:
a) Tunas-tunas samping pada bibit
terus-menerus dipangkas sampai tinggi cabang mencapai 1 - 1,5 m dari
tanah.
b) Pilih 3 - 5 cabang sehat dan baik posisinya
terhadap batang pokok .
c) Pemangkasan ini dilakukan sebelum tanaman
berbunga. Pemangkasan untuk pemeliharaan dilakukan setelah tanaman
berbuah.
6) Penjarangan
Penjarangan dilakukan bertahap pada saat tajuk
tanaman saling menutupi. Apabila jarak tanaman 6 x 6 m dan ditanam secara
monokultur maka tajuk tanaman diperkirakan sudah bersentuhan pada tahun 6 - 10
tahun. Pada saat itu penjarangan mulai dilakukan.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Hama yang sering menyerang tanaman jambu mete
adalah hama pengisap daun, nyamuk daun, penggerek daun, penggulung daun, ulat
kipat, ulat hijau, dan ulat perusak bunga. Insektisida yang dianjurkan antara
lain: Tamaron, Folidol, Lamnate, Basudin dan
Dimecron dengan dosis 2cc
atau 2 gram/liter air.
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Pada tanaman terlihat kepompong
bergelantungan. Ulat berwarna hitam bercakbercak putih, kepala dan ekor warna
merah nyala, seluruh tubuhnya ditumbuhi rambut putih. Telurnya berwarna putih,
oval. Fase pupa berlangsung 4 minggu, fase kepompong 3-5 minggu. Gejala: daun-daun tidak utuh dan terdapat
bekas gigitan; pada serangan yang hebat, daun dapat habis sama sekali, tetapi
tanaman tidak mati; tanaman tidak akan menghasilkan buah, dan baru pulih setelah
18 bulan. Pengendalian:
dengan menyemprotkan insektisida Symbush 50 EC atau Pumicidin dengan dosis 1,0 -
1,5 ml/liter air.
2) Helopeltis
sp.
Tubuh imago berwarna hitam, kecuali abdomen
bagian belakang sebelah bawah berwarna putih. Gejala: pada tunas-tunas daun muda,
tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak merata; daun dan ranting segera
mengering dan diikuti dengan gugurnya daun. Pengendalian: (1) melalui teknik bercocok
tanam, misalnya dengan mengurangi tanaman inang atau tanaman peneduh; (2) dengan
insektisida Agroline dengan dosis 0,2 % atau Thiodan dengan dosis 0,02
%.
3) Ulat penggerek batang (Plocaederus feeeugineus L) Gejala: mula-mula daun berubah warna
menjadi kuning; lama-kelamaan daun akan gugur/rontok dan tanaman dapat mati. Pengendalian: (1) dengan menangkap ulat penggerek tersebut; (2)
dengan mengolesi sekitar permukaan batang/akar dengan larutan BMC 1-2% (20 gram/liter air).
4) Hama penggerek buah dan biji (Nephoteryx sp.)
Gejala: buah muda
yang diserang hama ini akan berjatuhan dan kering, sedang buah tua isinya belum
penuh. Pengendalian: belum
didapatkan cara yang tepat, sebab larva instar yang jatuh terakhir dan menjadi
pupa di tanah, maka hama dapat diberantas secara mekanis atau kimiawi, yaitu
dengan menggunakan Karbaril 0,15%.
7.2. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang adalah penyakit
busuk batang dan akar, penyakit bunga dan putik, dan Antracnossis. Penyakit ini dapat dibasmi
dengan Fungisida Zinc Carmamate, Captacol dan Theophanatea.
1) Penyakit layu
Penyakit ini muncul bila tempat pembibitan
terlalu lembab dan jenuh air. Penyebab: jamur Phytophthora palmivora, Fusarium
sp. dan Phytium sp. Gejala:
bila tanaman tiba-tiba menjadi layu. Pengendalian: (1) dengan memperbaiki
lingkungan pembibitan, seperti memperdalam parit pembuangan air dan mengurangi
naungan yang terlalu rapat; (2) dengan penyemprotan Dithane M 45 secara teratur
dan terencana.
2) Daun layu dan kering
Penyebab: bakteri
Phytophthora solanacearum.
Gejala: secara mencolok
daundaun berubah warna dari hijau menjadi kuning lalu gugur; beberapa cabang
meranggas dan tanaman akhirnya mati; jaringan kayu pada batang yang terserang di
bawah kulit berwarna hitam atau biru tua dan berbau busuk. Pengendalian: tanaman yang terserang
penyakit ini harus dibongkar sampai ke
akar-akarnya supaya penyakit tidak menular ke
tanaman lain; pencegahan harus secara terpadu; bibit dan alat-alat pertanian
harus bebas dari kontaminasi bakteri dan karantina tanaman dilakukan secara
konsekuen.
3) Bunga dan buah busuk
(1) Penyebab: Colletrichum sp., Botryodiplodia sp., Pestalotiopsis sp.
Gejala: kulit buah hitam dan
busuk. (2) Penyebab:
Pestalotiopsis sp, Colletrichum sp, Pestalotiopsis sp., Botryodiplodia sp.,
Fusarium sp. Gejala:
permukaan kulit buah & kulit biji, kering kecoklatan & pecah-pecah,
bunga & tangkainya busuk. (3) Penyebab
: Botryodiplodia sp. ,
Fusarium sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit biji busuk dan hitam. Pengendalian: (1) perlu dilakukan secara
terpadu; (2) untuk
memberantas jamur parasit ini beberapa
fungisida yang efektif adalah Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolan 4F, Cobox,
dan Cuproxy Chloride.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah jambu mete yang sudah tua
adalah sebagai berikut:
a) Warna kulit buah semu menjadi kuning,
oranye, atau merah tergantung pada jenisnya.
b) Ukuran buah semu lebih besar dari buah
sejati.
c) Tekstur daging semu lunak, rasanya asam
agak manis, berair, dan aroma buahnya mirip aroma stroberi.
d) Warna kulit bijinya menjadi putih
keabu-abuan dan mengilat.
Ketepatan masa panen dan penanganan buah mete
selama masa pemanenan merupakan faktor penting. Tanaman jambu mete dapat dipanen
untuk pertama kali pada umur 3-4 tahun. Buah mete biasanya telah dapat dipetik
pada umur 60-70 hari sejak munculnya bunga. Masa panen berlangsung selama 4
bulan, yaitu pada bulan November sampai bulan Februari tahun berikutnya. Agar
mutu gelondong/kacang mete baik, buah yang dipetik harus telah tua.
8.2. Cara Panen
Sampai saat ini ada dua cara panen yang lazim
dilakukan di berbagai sentra jambu mete di dunia, yaitu cara lelesan dan cara
selektif.
a) Cara lelesan
Dilakukan dengan membiarkan buah jambu mete
yang telah tua tetap di pohon dan jatuh sendiri atau para petani
menggoyang-goyangkan pohon agar buah yang tua berjatuhan.
b) Cara selektif
Dilakukan secara selektif (buah langsung
dipilih dan dipetik dari pohon). Apabila buah tidak memungkinkan dipetik secara
langsung, pemanenan dapat dibantu dengan galah dan tangga berkaki
tiga.
8.3. Prakiraan Produksi
Banyaknya hasil panen tergantung dari umur
tanam. Jambu mete yang berumur 3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3
kg/pohon. Hasil ini meningkat menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun.
Tanaman jambu mete sebenarnya masih dapat berproduksi sampai umur 50 tahun,
tetapi masa paling produktifnya adalah pada umur 25-30 tahun.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Mutu kacang mete di pasaran cukup bervariasi.
Variasi mutu kacang mete tersebut antara lain dipengaruhi oleh varietas tanaman
jambu mete yang berbeda dan perlakuan serta pengawasan selama proses pengolahan
berlangsung. Banyaknya varietas tanaman jambu mete yang ditanam oleh para petani
Indonesia menyebabkan mutu mete yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai
ukuran gelondong, warna, rasa, maupun rendamen kacang metenya.
9.2. Pengolahan Gelondong Mete
Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan
melalui tahapan berikut ini:
a) Pemisahan gelondong dengan buah
semu
b) Pencucian
c) Sortasi dan pengelasan mutu
d) Pengeringan
e) Penyimpanan
9.3. Pengolahan Kacang Mete
Urutan pengolahan kacang mete
adalah:
a) Pelembaban gelondong mete
b) Penyangraian gelondong mete
c) Pengupasan kulit gelondong mete
d) Pelepasan kulit ari
e) Sortasi dan pengelasan mutu
f) Pengemasan
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Jambu mete mulai berbuah pada umur ± 5 tahun.
Panen setiap tahun, hasilnya meningkat mulai umur 8 - 10 tahun. Setelah itu
berbuah lebat hingga lebih dari 20 tahun. Dengan menanam jambu mete, disamping
menjaga kelestarian tanah dan air, setiap hektar akan diperoleh 100 pohon x 5
kg/pohon x Rp. 500,- = Rp. 250.000,- (tahun 1988)
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Mutu kacang mete dinilai dari bentuk, ukuran
biji, bobot biji dan warna. Selain itu juga faktor rasa, bau, dan tekstur ikut
mem-pengaruhi mutu kacang mete, terutama dalam hubungannya dengan penerimaan
konsumen. Rasa kacang mete dipengaruhi oleh faktor intrinsik alami, varietas
tanaman dan faktor ekstrinsik seperti tumbuhnya jamur pada kacang dan proses
pengolahannya.
11.2.Diskripsi
Biji Mete kupas (Cashew Kernels) adalah biji
dari buah tanaman jambu mete yang telah dikupas kulitnya dan telah dikeringkan.
Standar mutu kacang mete di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia
SNI 01-2906-1992.
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Jenis/kelas mutu kacang mete terbagi menjadi 4
kelas (I, II, III dan IV). Adapun standar atau syarat mutu kacang mete dilihat
dari:
a) Kulit ari
b) Biji terkena CNSL
c) Serangga
c) Biji berulat
d) Biji busuk
e) Biji bercendawan/jamur
f) Benda-benda asing
g) Warna (Kelas I:
ke-putih-putihan)
h) Bobot maksimum dalam gram/biji: I = 5
gram/biji; II = 5 gram/biji; III = 10 gram/biji.
h) Kadar air dalam maksimum %: I = 16%; II =
15% ; III = 15%.
i) Keutuhan biji mete ( utuh, belah, pecah,
tidak termasuk biji utuh)
11.4.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar
pangkat dua dari jumlah peti/karton dengan maksimum 30 peti/karton dari tiap
partai barang, kemudian tiap peti/karton diambil contoh kurang lebih 500 gram
Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat
dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai
mencapai contoh seberat 1000 gram Contoh kemudian disegel dan diberi
label.
11.5.Pengemasan
Pengemasan tidak dapat meningkatkan atau
memperbaiki mutu, tetapi hanya mempertahankan atau melindungi mutu produk yang
dikemas. Oleh karena itu hanya produk yang baik yang perlu dikemas. Produk yang
rusak atau busuk yang ada dalam kemasan akan menjadi kontaminasi dan infeksi
bagi produk yang masih sehat. Akibatnya produk tidak akan laku di pasaran.
Kacang mete yang diekspor biasanya dalam bentuk mentah dengan kadar air antara
4-6%, yang dikemas dalam kaleng hampa udara dan diisi dengan
karbondioksida.
Kaleng kemasan yang digunakan sama dengan
kaleng minyak tanah atau minyak goreng, tetapi sebaiknya yang masih baru,
bersih, kering, kedap udara dan tidak bocor, serta harus bebas dari infeksi
serangga dan jamur serta tidak karatan.
Bagian luar peti/karton pembungkus ditulis
dengan cat yang tidak mudah luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang.
c) Nama perusahaan/eksportir.
d) Jenis mutu.
e) Nomor kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Negara/tempat tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
1) Liptan (1988). Jambu Mete Sebagai tanaman
penghijauan. Balai Informasi Pertanian Banjarbaru.
2) Liptan. (1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar
Informasi Pertanian. Proyek Informasi Pertanian Kalimantan Tengah. 2
hal.
3) Saragih, Yan Pieter; Haryadi, Yadi. (1994).
METE. Budidaya Jambu Mete.
Pengupasan Gelondong. Bogor, Penebar Swadaya.
86 halaman Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar